ESQ Setelah 10 Tahun: Refleksi dan Harapan 2011
Selasa, 28 Desember 2010 09:44:22 WIB
Wawancara dengan Ary Ginanjar Agustian
ESQ News
Sesuatu yang besar bermula dari satu titik saja. Begitu pula dengan keberadaan ESQ di Indonesia. Bermula dari sebuah buku yang diterbitkan dan dipasarkan sendiri oleh penulisnya, ESQ kemudian bertransformasi menjadi sebuah lembaga pelatihan sumber daya manusia yang cukup fenomenal. Berikut wawancara dengan pencetus ide dan pendiri ESQ Leadership Center, Ary Ginanjar Agustian.
Bagaimana perasaan Anda setelah ESQ berjalan 10 tahun dan jumlah alumninya sudah mencapai satu juta orang?
Jumlah satu juta apabila dibandingkan jumlah penduduk Indonesia yang mencapai 237 juta, prosentasenya kecil sekali. Kami masih perlu bekerja keras agar lebih banyak lagi masyarakat Indonesia yang memahami akan pentingnya pembangunan karakter bangsa dengan penggabungan kecerdasan intelektual, emosional, dan spiritual. Oleh karena itu satu juta ini meskipun hanya hanya 0.42 persen, tapi kebanyakan adalah pemimpin yang akan menciptakan pengaruh dan agen of change.
Apa yang melatarbelakangi Anda membuat dan menyebarluaskan training ESQ?
Ada dua yang melatarbelakangi yaitu: pertama, keprihatinan terhadap kondisi moral. Bangsa yang sangat terpuruk sehingga mengakibatkan bangsa yang sumber daya alamnya sangat kaya tapi menjadi negara yang tergolong miskin.
Kedua, karena kami punya keyakinan apabila diperbaiki moralnya, maka Indonesia akan bangkit menjadi bangsa yang besar.
Bagaimana tantangan Anda selama ini?
Situasi yang terjadi di Indonesia dan juga negara-negara lain adanya pemisahan, contohnya: dunia manajemen sumber daya manusia yang terpisah dari agama. Sehingga ketika kami ingin menggabungkan kedua potensi tersebut, timbul berbagai tantangan dan hambatan yang luar biasa karena sudah ratusan tahun agama ditinggalkan dari dunia manajemen SDM, dunia perdagangan, dan kegiatan ekonomi lainnya.
Tantangan dari luar, saya percaya karena mereka belum paham, akibat sudah terlalu lamanya nilai-nilai spiritual ditinggalkan. Justru inilah pekerjaan saya membawa kembali nilai-nilai spiritualitas dalam keseharian. Bagaimana mungkin di negara yang agamis seperti Indonesia, dimana jumlah orang naik haji sangat banyak, ketika Ramadhan banyak orang berpuasa, tapi menjadi salah satu negara yang angka korupsinya tertinggi.
Tantangan internal, di ESQ ada 450 karyawan dengan 1000 anak istrinya. Ini saya kira sudah menjadi lembaga yang cukup besar. Pertama, secara finansial mereka harus menjadi tanggung jawab saya. Kedua, ESQ adalah lembaga moral dan karakter, tentu kami harus mampu mengamalkan apa yang kami ajarkan. Ini tantangan yang tidak mudah. Mereka umumnya anak-anak muda yang harus dididik dan dilatih terus-menerus.
Apakah Anda optimis bahwa pembangunan moral ini akan berhasil di Indonesia?
Saya selalu optimis dalam hidup. Sejak ESQ didirikan saya sudah punya optimisme. Saat ini konsep pemikiran ESQ sudah masuk ke lembaga yang akan sangat berperan besar contohnya: Kepolisian Republik Indonesia, Pertamina, Akpol, Mahkamah Agung dan kelak kami akan masuk ke Pajak. Kami optimis bahwa permasalahan ini dapat diatasi apabila mereka sungguh-sungguh dan tuntas menjalankan program yang sudah kami ujicoba dan terbukti efektif untuk kultur Indonesia.
Saya kira pengalaman 10 tahun cukup bagi kami untuk belajar memahami cara membangun karakter Indonesia. Saat ini, kami pun telah memberikan training gratis kepada 150 ribu guru cita-cita kami adalah 1 juta guru. Saat ini dari 1 juta alumni, 30 persen atau sebanyak 300 ribunya adalah program sosial.
Anda sangat sibuk, bagaimana Anda membagi waktu antara keluarga dan pekerjaan?
Saya melibatkan semua keluarga saya dalam kegiatan ini sehingga mereka ikut sibuk. Empat orang adik saya lulusan UI, semuanya bergabung di ESQ. Saya libatkan bapak ibu yang sudah berusia 73 dan 70 tahun untuk mengajarkan Asmaul Husna dan parenting. Saya libatkan istri untuk mengurus istri karyawan. Semua terjun langsung. Ini bukan kesibukan tapi dijadikan dan saya tujukan untuk akhirat.
Bagaimana sikap Anda menghadapi berbagai kritikan?
ESQ bangkit karena kritikan dan hujatan. Itu semua menjadi energi bagi saya. Sehingga makin lama jadi makin baik. Kami terbuka dan tidak segan-segan menerima masukan. Tidak mungkin semua ilmu saya kuasai. Apabila lapangan bola, tidak semua lapangan rumput saya injak. Saya terima kritikan dengan lapang dada, meskipun kadang kritikan itu keras. Pernah ada seseorang peserta training ESQ yang menarik telinga sampai kepala saya menempel di meja. Meskipun saya karateka dan III, saya sadar peran saya mengajarkan kecerdasan emosi dan spiritual, saya lebih membela ilmu ini daripada harga diri saya. Sehingga saya biarkan ia menjewer telinga saya. Beberapa bulan kemudian saya mendapat telepon dari Mekkah, dia menelepon saya dan minta maaf. Saya memaafkannya.
Mengapa Anda membangun Menara 165?
Apabila orang membangun gedung atau menara untuk kebanggaan diri, namun saya membangun Menara 165 untuk saya tinggalkan yaitu untuk generasi penerus. Kami mempunyai cita-cita yang tinggi. Kami ingin mengatakan bahwa pembangunan moral dan karakter itu penting. Kami ingin menunjukkan bahwa kami serius.
Pemegang saham terbesar gedung ini adalah Yayasan Wakaf Bangun Nurani Bangsa. Bahkan kami bersama alumni membelikan satu lantai untuk dhuafa. Bagi kami, gedung ini selain simbol bangkitnya moral bangsa sekaligus kepedulian pada orang miskin. Ini bukti konkret penggabungan intelektual dan spiritual. Di puncaknya ada mushola yang akan menjadi tempat ibadah tertinggi di wilayah sekitarnya dan di bawahnya akan ada kegiatan ekonomi, sosial, dan dakwah.
Apa yang dimaksud Indonesia Emas 2020?
Setiap kapal yang meninggalkan dermaga harus mempunyai tujuan. Apabila tidak punya tujuan maka kita tidak akan ke mana-mana. Maka kami mencanangkan Indonesia Emas 2020 itu sebagai dermaga pertama yang harus dicapai, yaitu Indonesia yang bersih. Yaitu ketika nilai-nilai moral diangkat tinggi dan dianggap penting di mata masyarakat. Namun saya ingin tegaskan, ini bukan gerakan politik. ESQ akan tetap oksigen. Kami ingin menjadi oase Indonesia yang membuat semua bersatu dengan nilai moral ketulusan, kebersamaan, dan persaudaraan yang selama ini terkoyak.
Mengapa Anda mencanangkan 7 Budi Utama?
Tujuh Budi Utama itu diambil dari permasalahan yang dihadapi bangsa Indonesia. Permasalahan tersebut senantiasa disebabkan adanya nilai yang dilanggar. Contohnya korupsi karena kejujuran yang yang tidak diangkat tinggi; tugas yang terbengkalai karena masalah tanggungjawab tidak dipentingkan. Hutan-hutan yang dibabat habis karena tidak visioner. Pelanggaran dimana-mana karena kedisiplinan yang lemah. Perpecahan yang terjadi karena tidak adanya rasa persatuan. Permasalahan hukum karena nilai keadilan belum ditegakkan, dan masih adanya kesenjangan si kaya dan miskin karena kepedulian yang masih rendah. Tujuh nilai itu saya namakan 7 Budi Utama, yang kita canangkan di tahun 2020 sudah menjadi karakter bangsa insya Allah.
Apa yang membuat ESQ berbeda?
Saya selalu berusaha berpikir out of the box, keluar dari kotak. Dulu aturan training, pesertanya tidak lebih dari 40 orang. Saya memberikan training pada 500 bahkan lebih dari 1000 orang. Saat itu asisten saya meninggalkan saya sendirian karena saya dianggap tidak lazim. Tahun ini saya mentraining mahasiswa UI 8000 orang dengan 7 layar 4 X 6 dan hasilnya cukup baik dengan dibantu teknologi yang memadai.
Apa yang membuat Anda bertahan dan tetap termotivasi?
Ada tiga hal yang selalu memotivasi saya: Pertama keyakinan bahwa moral dan karekter bangsa ini bisa dibangun. Kedua, cinta pada Allah. Ketiga, cinta dan rasa sayang pada Nabi Muhammad saw. Cinta itu hidup di hati saya. Seperti remaja yang sedang jatuh cinta.
Apa yang masih jadi obsesi Anda?
Saya ingin memberikan ilmu ini kepada seluruh calon mahasiswa dan seluruh anak SMA. Saya ingin menyampaikan ilmu ini pada karyawan baru yang masuk ke pemerintahan sehingga ketika mereka naik pangkat, mereka mengenal jatidirinya. Beberapa lembaga sudah mulai melaksanakan hal itu, tapi masih banyak yang belum mengajarkan tentang pentingnya moralitas dengan landasan takwa. Saya bersyukur kepolisian sudah memulai dan akan saya dukung penuh, meskipun tidak mudah tapi saya yakin bisa diselesaikan.
Apa yang menjadi titik balik kehidupan Anda?
Saya pernah hidup seperti halnya masyarakat umum yang menjadikan materi, pangkat, dan harga diri sebagai tujuan. Hingga saya pernah menjadi pengusaha, bahkan menjadi atlet demi medali sebagai kebangaan. Namun semua itu ternyata sirna, habis, termasuk keluarga saya saat itu. Di situ saya masuk ke titik zero, saya mulai mengevaluasi tentang arti dan tujuan hidup. Kemudian dengan deraian air mata saya tulisakan dalam ribuan lembar kertas bekas. Akhirnya konsep itu menjadi sebuah buku yang saya beri nama ESQ. Di balik buku itu ada keinginan untuk berbagi tentang arti dan tujuan hidup itu sendiri. Hingga jelaslah sebuah pertanyaan besar yang harus dijawab manusia, siapa saya, darimana, dan mau kemana. Lalu saya pergi terus dari pulau ke pulau, saya seberangi lautan untuk menyampaikan nilai-nilai ini.
Mengapa Anda mengkader hampir 450 orang, bukankah itu tanggungan yang berat?
Secara intelektual tentu itu suatu hal yang berat, bagaimana bertanggungjawab menghidupi 450 karyawan dimana di dalamnya ada 100 trainer. Kami tak ada anggaran dari pemerintah atau sumbangan dari siapapun, tapi kami harus melakukan hal ini.
Pertama, ilmu ini harus diturunkan hingga bisa diteruskan. Kedua, Indonesia adalah negara yang sangat luas, tidak mungkin dijangkau oleh saya sendiri. Saya kumpulkan pemuda sholeh, takwa, dan cerdas. Mereka saya didik, sehingga menjadi trainer dan menyebar ke seluruh pelosok negeri.
Apa perasaan Anda ketika ESQ diterima di berbagai negara?
Ada sesuatu yang unik. Saya datang ke Malaysia, Singapura, Brunai, Australia, Eropa, Amerika, hingga ke Madinah. Ternyata mereka mengalami permasalahan yang sama yaitu keterbelahan. Ketika nilai intelektual dan spiritual disatukan mereka seperti mendapat pencerahan, tiba-tiba tercipta sebuah kesatuan spiritual yang menembus batas wilayah negara. Sesuatu yang menakjubkan, ketika orientasi hidup ditujukan hanya pada Allah maka lahir sebuah perdamaian, kasih sayang, dan kepedulian. Ini yang membuat saya gembira untuk datang ke setiap negara. Saya melihat keindahan ini selama 10 tahun, hati manusia ketika diarahkan secara vertikal yang tercipta adalah taman yang indah di jiwa manusia. (isw)
Nikmati sajian informasi kami dari browser ponsel Anda di http://m.esq-news.com/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar